Sepenggal tulisan di halaman ke 211 yang kubaca tadi pagi membawa pikiranku kembali ke beberapa tahun yang lalu. Tahun dimana langkah awal dari sebuah perjalanan panjangku dimulai. Langkah ‘keluar’ dari rumah di umur 14 tahun, oleh kebanyakan orang dianggap sesuatu yang terlampau nekat. Tidak sembarang memang mereka berkomentar karena melihat kebiasaanku yang tidak pernah menginap di luar rumah apalagi sekarang mau pergi merantau ke kota orang di pulau seberang. Namun, entah apa yang mendorongku mengeluarkan kata ‘iya’ ketika semua orang menanyakan keberangkatanku ke sekolah itu. Ya, sekolah itu yang membuatku ‘keluar’ dari rumah. Yang jelas aku tahu bahwa sekolah itu adalah pintu untuk menuju masa depanku dan aku harus segera mendekat ke pintu itu dan membuatku jauh dari keluargaku.
Meninggalkan keluarga dan berada di sekolah di pinggiran kota metropolitan bukanlah perkara yang mudah. Mulai dari rindu stadium rendah sampai sedih stadium tinggi menemani hari-hari pertamaku di sekolah ini. Bahkan penyesalan sempat mampir ke diriku mendapati kabar teman-teman SMP-ku dulu masih bisa bersekolah dan dekat dengan keluarganya. Beruntungnya sekolah ini memberikan ‘keluarga kedua’ bagiku. Gedung sekolah, asrama, kantin, mesjid, lapangan olahraga seakan secara serentak menghiburku. Guru dan pembina asrama seketika menjadi orangtua, sedangkan teman-teman berubah menjadi saudara yang selalu ada 24 jam di dekatku, dan aku pun sudah siap menjadi bagian dari ‘keluarga kedua’. Dua tahun bersama ‘keluarga kedua’ membuat aku berubah menjadi aku yang baru yang lebih baik karena nilai positif dari setiap pengalaman dan pelajaran di sekolah ini. Mulai dari senang sampai sedih, dari tawa sampai tangis, dari pertengkaran beda pendapat sampai kekompakkan, dan dari individualis menjadi sosialis.
Setahun berikutnya aku kembali bersama keluargaku, senang rasanya bisa membayar waktuku yang telah lewat tanpa mereka, tapi mendekati setengah tahun terakhir pikiranku mulai berkelana. Sekolahku hanyalah pintu, akankah aku berhenti di pintu?? Tidak, keberadaanku di rumah saat ini untuk beristirahat saja, aku harus melanjutkan perjalananku keluar pintu. Ragaku di rumah terlihat santai, tapi pikiranku mulai menyusun setiap langkah keluar pintu, dan tibalah aku di sini, masih sepulau dengan ‘keluarga kedua’ akan tetapi bergeser beberapa koordinat ke arah timur.
Tempat baru. Lingkungan baru. Orang baru. Kebiasaan baru. Bahasa baru. Semua serba baru, namun aku tidak terlalu sulit menerima pembaruan ini. Semua ilmu dari ‘keluarga kedua’ yang membantuku. Mungkin sedikit kesulitan dalam hal bahasa, tetapi aku tetap berdiri tegak karena aku tau bahasa negeriku, INDONESIA. Pelajaran yang ku dapat di tempat baru ini sedikit berbeda. Di ‘keluarga kedua’ ada ‘sistem pengontrol’ yang menjagaku untuk tetap dalam batasan-batasan tertentu. Di tempat baru akulah ‘sistem pengontrol’ itu. Gampang namun sulit. Tapi disinilah tantangannya. Semakin hari aku mulai menemukan ‘keluarga ketiga’ di tempat baru ini. Perkenalan dengan ‘keluarga ketiga’ tidak terjadi secara serentak akan tetapi secara bertahap satu per satu. Dengan ‘keluarga ketiga’ kutemukan cara untuk melihat dunia lebih indah, tanpa beban namun tetap bertanggungjawab.
Keluarga, ‘keluarga kedua’, ‘keluarga ketiga’, merekalah yang mengajari aku selama ini. Melengkapi setiap hari menit dan detik, menuliskan kata-kata dalam ‘buku hidup’ku, membimbing langkahku yang kadang mulai mendekati garis batas. Walau demikian, masih ada keinginanku untuk mendapatkan ‘keluarga keempat’ di tempat berikutnya, tak hanya bergeser beberapa koordinat saja, mungkin keluar dari pulau ini atau bahkan negara ini. Aku tak tahu pasti sehingga membuatku penasaran, bagaimana dan dimana kutemukan ‘keluarga keempat’ ku itu?? J
Orang pandai dan beradab tidak akan diam di kampung halaman
Tinggalkan negerimu dan merantaulah ke negeri orang
Merantaulah, kau akan dapatkan pengganti dari kerabat dan kawan
Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang
Imam Syafii (Negeri 5 Menara, A. Fuadi)
Olehku :
Cynthia Putriyani Alie
Dari tempat ternyaman di tempat baru ‘keluarga ketiga’ J
0 komentar:
Posting Komentar