This is default featured post 1 title

One day, Im going to be free and Im going to travel the world.

This is default featured post 2 title

One day, Im going to be free and Im going to travel the world.

This is default featured post 3 title

One day, Im going to be free and Im going to travel the world.

This is default featured post 4 title

One day, Im going to be free and Im going to travel the world.

This is default featured post 5 title

One day, Im going to be free and Im going to travel the world.

Minggu, 06 Maret 2011

Jalan - Pintu - Jalan

Sepenggal tulisan di halaman ke 211 yang kubaca tadi pagi membawa pikiranku kembali ke beberapa tahun yang lalu. Tahun dimana langkah awal dari sebuah perjalanan panjangku dimulai. Langkah ‘keluar’ dari rumah di umur 14 tahun, oleh kebanyakan orang dianggap sesuatu yang terlampau nekat. Tidak sembarang memang mereka berkomentar karena melihat kebiasaanku yang tidak pernah menginap di luar rumah apalagi sekarang mau pergi merantau ke kota orang di pulau seberang. Namun, entah apa yang mendorongku mengeluarkan kata ‘iya’ ketika semua orang menanyakan keberangkatanku ke sekolah itu. Ya, sekolah itu yang membuatku ‘keluar’ dari rumah. Yang jelas aku tahu bahwa sekolah itu adalah pintu untuk menuju masa depanku dan aku harus segera mendekat ke pintu itu dan membuatku jauh dari keluargaku.

Meninggalkan keluarga dan berada di sekolah di pinggiran kota metropolitan bukanlah perkara yang mudah. Mulai dari rindu stadium rendah sampai sedih stadium tinggi menemani hari-hari pertamaku di sekolah ini. Bahkan penyesalan sempat mampir ke diriku mendapati kabar teman-teman SMP-ku dulu masih bisa bersekolah dan dekat dengan keluarganya. Beruntungnya sekolah ini memberikan ‘keluarga kedua’ bagiku. Gedung sekolah, asrama, kantin, mesjid, lapangan olahraga seakan secara serentak menghiburku. Guru dan pembina asrama seketika menjadi orangtua, sedangkan teman-teman berubah menjadi saudara yang selalu ada 24 jam di dekatku, dan aku pun sudah siap menjadi bagian dari ‘keluarga kedua’. Dua tahun bersama ‘keluarga kedua’ membuat aku berubah menjadi aku yang baru yang lebih baik karena nilai positif dari setiap pengalaman dan pelajaran di sekolah ini. Mulai dari senang sampai sedih, dari tawa sampai tangis, dari pertengkaran beda pendapat sampai kekompakkan, dan dari individualis menjadi sosialis.

Setahun berikutnya aku kembali bersama keluargaku, senang rasanya bisa membayar waktuku yang telah lewat tanpa mereka, tapi mendekati setengah tahun terakhir pikiranku mulai berkelana. Sekolahku hanyalah pintu, akankah aku berhenti di pintu?? Tidak, keberadaanku di rumah saat ini untuk beristirahat saja, aku harus melanjutkan perjalananku keluar pintu. Ragaku di rumah terlihat santai, tapi pikiranku mulai menyusun setiap langkah keluar pintu, dan tibalah aku di sini, masih sepulau dengan ‘keluarga kedua’ akan tetapi bergeser beberapa koordinat ke arah timur.

Tempat baru. Lingkungan baru. Orang baru. Kebiasaan baru. Bahasa baru. Semua serba baru, namun aku tidak terlalu sulit menerima pembaruan ini. Semua ilmu dari ‘keluarga kedua’ yang membantuku. Mungkin sedikit kesulitan dalam hal bahasa, tetapi aku tetap berdiri tegak karena aku tau bahasa negeriku, INDONESIA. Pelajaran yang ku dapat di tempat baru ini sedikit berbeda. Di ‘keluarga kedua’ ada ‘sistem pengontrol’ yang menjagaku untuk tetap dalam batasan-batasan tertentu. Di tempat baru akulah ‘sistem pengontrol’ itu. Gampang namun sulit. Tapi disinilah tantangannya. Semakin hari aku mulai menemukan ‘keluarga ketiga’ di tempat baru ini. Perkenalan dengan ‘keluarga ketiga’ tidak terjadi secara serentak akan tetapi secara bertahap satu per satu. Dengan ‘keluarga ketiga’ kutemukan cara untuk melihat dunia lebih indah, tanpa beban namun tetap bertanggungjawab.

Keluarga, ‘keluarga kedua’, ‘keluarga ketiga’, merekalah yang mengajari aku selama ini. Melengkapi setiap hari menit dan detik, menuliskan kata-kata dalam ‘buku hidup’ku, membimbing langkahku yang kadang mulai mendekati garis batas. Walau demikian, masih ada keinginanku untuk mendapatkan ‘keluarga keempat’ di tempat berikutnya, tak hanya bergeser beberapa koordinat saja, mungkin keluar dari pulau ini atau bahkan negara ini. Aku tak tahu pasti sehingga membuatku penasaran, bagaimana dan dimana kutemukan ‘keluarga keempat’ ku itu?? J

Orang pandai dan beradab tidak akan diam di kampung halaman

Tinggalkan negerimu dan merantaulah ke negeri orang

Merantaulah, kau akan dapatkan pengganti dari kerabat dan kawan

Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang

Imam Syafii (Negeri 5 Menara, A. Fuadi)

Olehku :

Cynthia Putriyani Alie

Dari tempat ternyaman di tempat baru ‘keluarga ketiga’ J

Jumat, 25 Februari 2011

Semarang - Jakarta

Tepat 1 Februari 2011, liburan yang sudah direncanakan dari setahun sebelumnya (ini agak lebay) akhirnya menjadi kenyataan :D setelah diskusi sehari sebelumnya akhirnya diputuskan kita berangkat jam 6 pagi dari kosan padahal kereta jadwalnya jam 8. ini bukannya kerajinan tapi karena udah tinggal bersama lebih dari stahun jadi udah pada tau “ketepatan” jam masing-masing anak. tapi keberangkatan ini rada ga adil yaa, GA ADIL!!! masa iya aku dan siska ga di jemput di kosan malah disuruh jalan ke kosan revi dan inka :( tapi gapapalah yaa, kita berdua emang berhati baik 0:)

Nunggu beberapa menit depan gang kosan revi, mulai tuh terlihat sosok anak yang amat sangat bersemangat banget buat liburan ampe bawa koper(ku) haha tapi koper ini (akan) berguna banget kok, eh datang deh taksi yang udah di isi ama 2 anak tentunya inka dan siska. masuk taksi dan belum juga tuh taksi keluar patung kuda terjadilah percakapan seperti di bawah ini,

I : aduh, celana ku masih belum kering sempurna

X1 : wah ntar bau tuh

I : haduh gimana dong, belum kering banget

X2 : mesti di cuci lagi kalo udah nyampe sana

PAK TAKSI : nanti di jemur aja mba

X3 : iya nanti di jemur lagi, I

PAK TAKSI : dijemur di kereta aja mba

I, X1, X2, X3 : ????????????????????????

PAK TAKSI : iya ditaro di depannya itu loh mba, cepet kering

I, X1, X2, X3 : HAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAA

Tiba di stasiun tawang, 06.45 wib -____________________-

Kita kepagian banget, ini mah ukuran mau kuliah pagi, heran yaa kalo kuliah datang jam 7 aja udah ALHAMDULILLAH banget haha yaa maklum semangat liburan :D menunggu kereta datang, ada yang telfonan ama maknya, ada yang duduk sibuk sms entah siapa, dan sisanya 2 orang lagi udah membuka kantong ajaib (sarapan). tak tik tuk tek tok… menjelang kedatangan kereta perbincangan sampai pada topik “Bagaimana cara kereta api berbalik arah? Muterkah??” yaa sudah bisa di tebak lah bagaimana ending dari perbincangan ini, setiap orang punya pendapat tak terduga :)

Masuk kereta, keempatnya bingung, loh kok duduknya ga hadep-hadepan, bukannya kalo kereta bisnis bisa yaa?? yaah ga seru doong bla bla bla bla, tiba-tiba…

ibu : mba itu bisa kok duduk hadep-hadepan

I, X1, X2, X3 : *ngutak-ngatikursi*

bapak : ini tinggal di dorong kok mba *berhasil*

ooooooooooooooooooooooooooooooooooooooo

1 jam..

3 jam..

ngemil..

ngobrol..

nyanyi-nyanyi..

heboh berasa naik kereta pribadi milik enyak babe..

“SELAMAT DATANG DI STASIUN SENEN”

waaaaaa udah nyampe :D mana si retno mana dimana??

Sekedar info, retno ini yang berbaik hati banget menampung anak-anak rantau yang selanjutnya disebut PASUKAN :). eh ternyata si retno terjebak macet, katanya sih gitu, nunggulah kita di stasiun tapiiiiii kok suwi yaa, hampir 1 jam bok, BOK! untung sebelum inka kumat retno muncul kalo ga beeeeh geger satu stasiun, bahkan se-JAKARTA! -,-

Disini nih perkenalan kita dengan mamanya retno, mbanya retno, tante-tantenya retno dan tentunya B483 EKO:D sayangnya lupa di foto :(

Perjalanan pulang ini kurang satu personil, siska mudik dulu ke ‘tulang’nya dadaaaaaah.perjalanan di isi oleh canda tawa ngakak tapi ga bisa guling-guling hingga tak terasa banget kita menempuh perjalanan Senen-Bintaro 4 jam, EMPAT JAM! :O

Nyampe rumah, kenalan papanya retno, adeknya retno, dan pastinya kamarnya retno hihi, kita pinjem rampok yaa nok kamarmu >:) waktunya istirahaat bubaaaaymuaaaaaah :*

tubikontinyuuu~~

xoxo

cyput

Kamis, 27 Januari 2011

ABCDE

Menurut teori matematika hal di atas 100% memang benar, tapi menurut pengalaman hal di atas tidak selamanya benar :D

Selasa, 18 Januari 2011

Delilah's Travel

Namaku Delilah, umurku belum genap 4 tahun, tapi inilah aku dengan segudang keinginanku yang tertuju pada satu tujuan, KELILING DUNIA. Yaa sedikit terinspirasi dari salah satu acara anak di tv dan dengan sedikit taktik yang diajarkan oleh ayah-bunda dalam hal copy-paste-edit sehingga muncullah ‘Delilah Si Bolang’. Umurku yang masih semuda ini membuatku yakin bahwa belum banyak yang ku ketahui dan semakin mendorongku untuk mencari tau keadaan belahan dunia lain (kalimat ini diajarkan oleh ayah-bunda lagi). Listnya sudah kubuat rapi, peta dunia siap menemani, beragam bahasa telah kupahami, restu ayah-bunda juga menyertai, hari ini aku melangkahkan kaki menjadi petualang sejati. Namun sesaat aku tersadar, ku tengok list ditanganku, kucermati satu per satu, tak ada nama negeriku, dan membuat aku terpaku. Hei, aku belum mengenal negeriku, negeriku selama ini hanya batasan rumahdanhalaman ayah-bunda, kenderaan ayah-bunda, dan tempat bermain yang aku datangi bersama ayah-bunda. Seluas itukah negeriku, rumahdan halaman ditambah kenderaan ditambah tempat bermain? Kurasa tidak, ya, pasti tidak, negeriku lebih luas dari itu karena negeriku INDONESIA negeri yang KAYA. Arah pun ku belokkan dari keluar Indonesia menjadi ke dalam Indonesia dan disinilah ceritaku mengenal negeriku.


bangun pagi, buka jendela di bukit tinggi
udara segar masuk ke kamar, rebahan bentar, tidur lagi
atau niat bangun pagi-pagi liat sunrise di borobudur, asik sendiri
atau ke Kupang menatap pantai bersantai kita sambil mengopi

pernahkah engkau sendiri di pantai samalona makassar
atau ke Belitong lalu ke pantai, foto-foto di depan batu yang besar
atau Manado di bulan Juli, kekayaan lautnya lebihi Bali
di pantai Pulau Siladen menatap Manado tua terasa keren

main bola dengan pemuda di desa sumberejo lampung utara
atau main basket dengan penuh gaya di stadion DBL Arena Surabaya
di manapun kita berada selama berdiri di Indonesia
harus bangga, harus berkarya, dan harus dengarkan pantun saya


jalan-jalan ke pasar ketemu mbak ayu
duduk bersamanya dan minum-minum jamu
jangan pernah malu punya darah melayu
karna itu kekayaan milik bangsamu

banyak orang di Indonesia hanya pergi ke kota-kota yang sama
libur ke Singapore atau ke Malaysia, weekend ke Bandung, pulang ke Jakarta
hanya tahu tentang Indonesia dari berita TV dan koran saja
bukalah kopermu, isi dengan baju, banyak destinasi yang bisa dituju

pernahkah kau dan seorang kawan ngopi kotang susu jahe di Blandongan
atau di Medan ke nelayan nikmati seporsi pancake durian
sempatkan untuk meluncur ke Padang makan sate padang Mak Syukur
atau di Malang duduk dengan tenang dengan secangkir hangat Wedhang Secang

apabila kau ragu untuk menjelajahi negrimu
perjalanan pesawat tak makan waktumu kecuali Papua hanya setidurmu
siapa lagi kalau bukan kamu yang jadi duta untuk bangsamu
negri yang kaya kamupun tahu sekarang giliran dunia yang tahu

anak-anak yang ada dimana-mana
semua punya senyum yang sama, semua simpan mimpi yang sama
sayang skali oleh kakaknya yang darah melayu digoda-goda
charly, lanjutkanlah kau berkarya, mungkin kelak kita bisa…

(Lagu Melayu, Pandji Pragiwaksono)


Jumat, 07 Januari 2011

akhir tahun.

Ini kisah nyata terjadi setahun yang lalu (lebih tepatnya beberapa hari yang lalu dipenghujung tahun 2010, sekarang januari 2011). Singkat cerita, minggu ini adalah minggu tenang. Tidak setenang namanya, minggu ini seharusnya dipakai untuk persiapan UAS sekali lagi saya katakan SEHARUSNYA karena apa yang terjadi adalah sebaliknya. Minggu ini adalah libuuuuurrr tanpa tugas laporan ppt word dan kawan-kawan yang berhubungan dengan kuliah. Itulah minggu tenang bagi saya dan bagi beberapa orang yang sependapat (silahkan menyamakan diri haha). Singkat lagi, seorang teman saya, sebut saja Line (jangan diartikan dari bahasa kampung saya,Inggris), ingin membeli sesuatu barang. Setelah perdebatan yang cukup panjang akhirnya saya dan teman yang kembali sebut saja namanya Inah (mirip nama mbok-mbok kalo yang ini haha) berhati ibu peri untuk menemani si Line. Berangkatlah kita pada jam yang disepakati dengan sebelumnya mengisi perbekalan. Lokasinya lumayan jauh tapi tidak sejauh jika kita berjalan kaki karena kita dibantu alat doraemon yang berbentuk kotak. Alhamdulillah tiba di lokasi pertama badan utuh jiwa utuh dan gila pun utuh namun apa hendak dikata barang yang dicari tidak ditemukan ditambah dengan petugas yang bertampang tidak ramah. Entahlah mungkin dia tidak punya rencana untuk malam tahun baru nanti seperti kita, tapi kita santai aja tuh. Menuju lokasi berikutnya, ditetapkan kita naik kenderaan kebanggaan kita bertiga, ANGKOT.

Angkot adalah kenderaan blah blah blah. Perjalanan lancar sampai tiba-tiba beberapa meter sebelum lokasi, angkot berhenti. Sependengaran saya dan Line, sopir menyebut nama lokasi kita. Daaaaaaaaaaan kita berpikir sopir menurunkan kita di tempat itu yaaaaang masih akan membuat napas terengah-engah baju basah keringetan untuk menuju lokasi kedua. Inah sepertinya kurang setuju dan sempat bertanya-tanya “beneran turun disini?” namun sebelum ada jawaban pasti dan akurat dia pun ikut turun. AND YOU KNOW WHAT?! Ternyata sang sopir berhenti karena ada nenek-nenek tua yang mau naik bukan menurunkan kami bertiga. Dengan tampang yang lumayan campur aduk kita kembali naik (daripada jalan lagi, matahari siang itu tidak baik untuk kesehatan). Untungnya penumpang tidak terlalu banyak tapi lumayan membuat (malu) tidak enak. Ditambah sang nenek senyum-senyum dan berbicara dengan bahasa yang tidak kita mengerti (saya jamin 100% itu bukan bahasa kampung saya, INGGRIS).

Barang ditemukan dan kita berencana pulang. Untuk menghemat waktu tenaga pikiran jiwa raga (dompet) kita naik alat doraemon lagi. Tidak ada tanda-tanda kejanggalan hingga detik-detik terakhir itu tiba. Kita sudah bersiap-siap untuk turun. Bus berhenti daaaaaaaaaaaan menurut saya itu amat sangat singkat sekali. Baru saja mau melangkah keluar bus kembali berjalan. Sempat kaget namun tetap tenang tetapi kehebohan terjadi ketika saya (baru) menyadari kedua teman saya telah turun dan berteriak-teriak memanggil nama saya dari luar. Sepenuh tenaga saya mengumpulkan kesadaran dan akhirnya entah bagaimana bus kembali berhenti. Saya turun dengan lemah gemulai namun tidak bisa memucatkan tampang yang sudah merah merona bak iklan produk kecantikan di tv. Semoga penumpang bus segera hilang ingatan untuk bagian yang satu ini. AMIEN.

Kamis, 24 Juni 2010

World Class City

Setiap kota mempunyai keinginan untuk bisa menjadi World Class City. World Class City dalam bahasa Indonesia, Kota Bertaraf Internasional, memiliki berbagai pengertian. Untuk bisa dikatakan sebagai kota bertaraf internasional ada beberapa tolok ukur yang digunakan, salah satunya dilihat dari pembangunan infrastruktur di kota tersebut.

Saat ini banyak kota di Indonesia yang beramai-ramai untuk mencapai taraf itu. Pembangunan dilakukan di berbagai bidang. Proyek ini, proyek itu, pembangunan ini, pembangunan itu. Pembangunan berjalan dengan baik, kota pun menjadi lebih baik. Tapi tidak semua pembangunan berjalan lancar dan mencapai sasaran. Ada yang terhenti dalam proses bahkan ada yang hanya menjadi laporan tertulis tanpa ada realisasinya.

Sekarang tergantung pada diri kita masing-masing. Kota bukanlah tanggungjawab pemerintah saja tetapi tanggungjawab semua yang tinggal di dalamnya. Pembangunan yang direncanakan pemerintah perlu disertai dukungan dari masyarakatnya semakin mempercepat kota tersebut menjadi World Class City. :-)

Di Balik Layar

Dahulu kala, di suatu kota di Kerajaan Tekom yang damai dan tentram, hiduplah 8 anak yang pintar, kreatif dan baik hatinya. Sebut saja nama kedelapan anak tersebut adalah Ron, Toun, Held, masindra, nue, miu, nindita, dan sifud. Suatu hari Kerajaan Tekom membuat sayembara film pendek. Kedelapan anak ini pun tertarik untuk mengikuti sayembara tersebut.

Hal pertama yang pertama mereka lakukan adalah menentukan tema. Setelah diskusi yang alot tapi tidak lemot maka ditetapkan tema World Class City sebagai tema film. Tema selesai lanjut ke laporan. Laporan ini harus dipresentasikan dahulu di depan penasehat Kerajaan Bu Nurini dan Pak Mardwi serta di depan seluruh rakyat Kerajaan Tekom.

Proses pembuatan film pun dimulai. Banyak halangan dan rintangan yang dihadapi oleh mereka. Mulai dari penemuan alat perekam gambar sampai pencarian lokasi. Tapi semua dapat dilalui dengan baik. Semua menjadi artis dadakan yang kemampuan aktingnya tidak diragukan lagi. Semua menjadi tukang ambil gambar yang profesional. Semua menikmati proses pembuatan film ini.

Sekarang mereka sedang menunggu datangnya hari istimewa, hari dimana film mereka akan dipublikasikan di layar tancap dan akan disaksikan oleh seluruh penghuni Kerajaan Tekom.

29 JUNI 2010

Ruang Seminar PlanoUndip

Kerajaan Tekom

cekidot! :)

TK :)



BUKAN!!!


TK = Teknik Komunikasi

Bukan jurusan baru tapi Teknik Komunikasi adalah salah satu mata kuliah yang harus dijalani mahasiswa PLANOLOGI UNDIP (seperti saya). Teknik Komunikasi punya nama lain, entah dari mana datangnya. jeng! jeng! jeng!

TEKOM

Nama yang singkat, padat, jelas, dan mudah diinget. Saat ini rekan-rekan seperjuangan saya (cah plano barang) setiap ditanya "lagi ngapain?", "dari mana?", "mo kemana?", mayoritas menjawab
TEKOM. why oh why??

TEKOM telah berjasa memberikan banyak keahlian bagi mereka (termasuk saya). Dari awal berkenalan dengan TEKOM kemampuan menulis mulai dilatih dengan baik. Bukan menulis dalam arti biasanya, tetapi menulis untuk membuat tulisan yang baik dan bermanfaat. Sekarang, dipenghujung pertemuan dengan TEKOM, kita mendapat kepercayaan untuk membuat sebuah MAHA KARYA yang DAHSYAT.

FILM!

Mahasiswa jadi SUTRADARA, merangkap ARTIS plus CAMERAMAN dan lain-lain.
Mau lihat bagaimana hasilnya??

Tunggu laporan selanjutnya setelah tanggal 29 Juni 2010 :)

CET! CET! CET!


Satu kata yang tidak ingin ditemui setiap orang adalah MACET. Kemacetan biasanya menjadi masalah utama setiap kota besar di Indonesia, terutama terjadi pada jalan-jalan utama dalam kota. Salah satu hal yang menyebabkan terjadinya kemacetan adalah volume jumlah kenderaan yang tinggi yang berpusat di suatu area pada waktu yang sama, seperti pada waktu berangkat dan pulang sekolah atau kerja.

Poster di atas dibuat dengan mengangkat tema KEMACETAN. Gambar mobil dalam jumlah yang banyak dan tidak teratur menunjukkan kekacauan yang muncul di tempat terjadinya kemacetan. Sedangkan di antara mobil-mobil tersebut terdapat seseorang yang sedang memegang obor dengan tampang pasrah karena terjebak di daerah macet dan disinilah awal ketidakberuntungan dari orang itu.